Selasa, 01/12/2015, 05:08:32
Bahaya dan Pencegahan Dini Perilaku Sex Bebas
Oleh: Daryono, M.Pd

Masa remaja/adolesensi merupakan masa storm and drang (Hurlock: 2007), di mana pada masa itu terjadi perubahan fisik maupun psikis yang sangat signifikan, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal baru sebagi bekan untuk mempersiapkan diri dalam keidupan masa dewasa.

Apabila seorang remaja dapat melalui tugas perkembangannya secara baik, maka dapat dipastikan dapat terlampaui tugas perkembangan selanjutnya. Sayangnya, banyak diantara mereka yang tidak sadar bahwa beberapa pengalaman yang tamaknya menyenengkan justru dapat menjerumuskan.

Oleh karena itu tidak sedikitremaja yang jatuh kedalam jurang nestapa, salah satunya adalah terjerumus dalam sex bebas atau melakukan hubungan sex yang dilakukan diluar pernikahan yang merupakan bentuk kenakalan remaja (Juvenile delinquency) pada level paling tinggi.

Beberapa alasan mengapa remaja melakukan hubungan seks bebas, mulai dari biar dibilang gaullah sampai untuk mendapatkan uang. Gara-gara ingin dibilang gaul baik remaja laki-laki maupun perempuan rela memberikan “harga dirinya” dengan sia-sia tanpa memperhatikan dampak yang menjadi resiko dari perbuatannya. Maka tidaklah heran jika sex bebas banyak sekali terjadi di kalangan remaja pada umumnya, yang secara emosional masih labil.

Pergaulan bebas yang dilakukan remaja itu sendiri mendorong tejadinya hamil pra nikah, lebih parah lagi jika setelah hamil  laki-laki itu tidak bertanggung jawab dengan meninggalkan gadis yang sudah  tidak “perawan” lagi. Biasanya perempuan yang menjadi korban laki-laki tidak bertanggung jawab, atas inisiatif sendiri, disuruh teman-temannya atau karena malu dengan orang tua, teman dan masyarakat lainnya, biasanya melakukan jalan pintas dengan menggugurkan kandungannya (aborsi).

Inilah fenomena sosial remaja yang belakangan marak terjadi, bukan hanya remaja di kota-kota besar di pelosok desapun sudah sering kita jumpai kasus yang sama. Maka tak ayal lagi praktek aborsi tidak bisa dihindari, mulai dari dukun beranak, sampai praktek nakal lainnya yang tidak sungkan-sungkan menjadi mediator alternatif bagi para pezina dalam mencari jalan pintas sebagai solusi terakhir.

Kita sebagai bangsa Indonesia sangat prihatin atas terjadinya dekadensi moral calon penerus bangsa yang semakin tidak bermoral belakangan ini. Hal itu didorong oleh penyalahgunaan teknologi informasi yaitu dengan maraknya situs-situs pornografi dan pornoaksi yang demikian dahsyatnya yang begitu mudah diakses oleh siapapun yang berminat dengan biaya yang sangat murah. Hal itu terbukti dengan larisnya bisnis-bisnis IT, dan tidak sedikit yang buka 24 jam konsumennya juga kebanyak remaja.

Fenomena di atas dikuatkan oleh adanya survey instansi terkait seperti Komisi Nasional Perlindungan Anak. Melakukan survey terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar di Indonesia Tahun 2007 menunjukkan, 97% dari responden pernah menonton film porno, 93,7% pernah ciuman, petting dan oral sex, serta 62,7% remaja yang duduk di SMP pernah berhubungan intim, dan 21,2% siswi sekolah menengah umum (SMA) pernah menggugurkan kandungan.

Perbuatan remaja tersebut sangatlah berbenturan dengan budaya kita yang menjadi sandaran norma dan aturan dalam interksi sosial. Budaya ketimuran yang terkenal “ewuh pakewuh” (punya rasa malu) mulai tergusur oleh “ my bussines is mine” (ini urusanku) sehingga rasa malu dan berbagai norma lain diabaikan karena beranggapan bahwa urusannya adalah urusan sendiri bukan orang lain.

Dalam pergaulan remaja pun demikian, karena remaja merupakan bagian terbesar yang terkena imbas pengaruh global terutama perilakku free sex. Dalam hal jalinan hubungan dengan lawan jenis pun demikian sehingga pergaulan bebas tanpa adanya norma dan aturan.

Generasi muda (remaja) merupakan tulang punggung bangsa, diharapkan mampu memikul estafet kepemimpinan bangsa ini agar lebih baik dan maju. Maka kita sebagai pendidik khususnya dan masyarakat pemangku kepentingan pada umumnya dipandang perlu mengembalikan jati diri bangsa terlebih dengan budaya remaja yang sudah terpuruk oleh pengarus budaya barat seperti mengkonsumsi alkohol/miras, penyalahgunaan obat-obat terlarang, sex bebas dan penyakit moral lainnya.

Istilah sex bebas atau free sex diawali dengan free love atau cinta bebas yang dipelopori oleh ahli yang mengekstrimkan makna sex, menyatakan bahwa sex sifatnya alamiah maka dalam pelaksanaaannya tidak diperlukan adanya aturan-aturan dan sifatnya harus alamiah (Kartini K : 2006). Kemudian berkembanglah di Negara liberal menjadi dua katagori; (1) ada kelompok masyarakat yang menginginkan perubahan-perubahan dan pola sex secara drastis, (2) ada kelompok social yang menentang adanya perubahan-perubahan pola tingkah laku sex, dan berpegang teguh pada cara-cara tradisional.

Sebagai akibat dari perubahan tersebut dicetuskan konsep-konsep  untuk mengadakan perubahan kode-kode sex dan pola kerangka perkawinan antara lain; perkawinan periodik (term marriage), Kawil percobaan (trial marriage), Kawil persekutuan (companionate marriage), Polygyny dan Perkawinan Eugenis.

Belakangan ini juga muncul ide brengsek yang menyebarluaskan kebebasan ekstrim sex. Dengan ide itu muncullah asumsi bahwa dengan kebebasan seks dan kebebasan cinta akan muncul cinta sejati yang sifatnya alamiah. Asumsinya adalah sebagai berikut; (1) dorongan disamakan dengan lapar dan dahaga, (2) Kebebasan sex itu merembesi setiap fase dari kehidupan, (3) Tabu-tabu sex merupakan dogmatism religious, dan (4) kegiatan sex bebas itu hanya menyangkut diri pribadi dan partnernya.

Pengaruhnya terhadap remaja di Indonesia sangat signifikan, hasil riset PKRR RI menyebutkan bahwa ; 93,7% remaja pernah berciuman hingga petting (bercumbu), 62,7% remaja SMP sudah tidak perawan dan 21,2 % remaja SMA pernah aborsi.

Faktor-faktor yang mendorong remaja melakukan sex bebas antara lain; 1. Factor internal yaitu mispersepsi terhadap makna pacaran, keimanan yang rapuh dan kematangan biologis yang tidak disertai kemampuan mengendalikan diri. Adapun faktor eksternalnya  yaitu; keluarga broken home, kuasi broken home, kurangnya pemaha man ajaran agama, kurangnya perhatian orang tua, merasa bukan anak gaul, kurangnya perhatian masyarakat akan situasi lingkungan, taraf pendidikan sex bagi remaja yang belum tertata secara benar dan terlupakanny intisari adat buday luhur bangsa sebagai katalisator dalam pergaulan akibat pengaruh global.

Sekarang tidak perlu menyalahkan siapa-siapa yang terpenting bagaimana cara menanggulanginya, dan sekurang-kurangnya remaja mengetahui akibata dan cara mencegah sex bebas itu sendiri. Adapun akibat dari sex bebas antara lain:

Beberapa penyakit siap diderita seperti HIV, Rajasinga, Splilis dan penyakit lainnya. Hamil diluar nikah yang akan menimbulkan masalah baru.

Bila menikah di usia muda mengahadapi masalah ekonomi, dan dikucilkan. Nama baik keluarga merosot dan mata masyarakat maupun agama. Apabila terjadi hamil bukan atas keinginan kedua pasangannya maka akan terjadi perilaku menyimpang lainnya.

Maka sangatlah perlu pencegahan dini sex bebas di kalangan remaja dengan cara seperti yang disarankan Singgih Gunarsa (1995) antara lain:

Cara menyampaikan dengan wajar dan sederhana. Isi uraian yang disampaikan harus obyektif, namun jangan menerangkan yang tidak-tidak. Dangkal atau mendalamnya isi uraian harus disesuaikan dengan tahap perkembangan anak.

Pendidikan sex harus diberikan secara pribadi, karena luas sempitnya pengetahuan dan cepat lambatnya perkembangan anak berbeda. Melakukan pendidikan sex perlu diulang-ulang

Pencegahan sex bebas dalam dimensi agama, keluarga serta peran aktif guru dan tenaga kependidikan lainnya, terlebih guru bimbingan konseling yang banyak tahu tentang perkembangan peserta didik.

Seyogyanya di sekolah-sekolah mengaktifkan ekstra kurikuler PKRR terutama untuk sekolah menengah pertama (SMP/MTs) dan Sekolah Menengah (SMA/MA/SMK) yang notabene perserta didiknya sudah usia remaja. (Naskah ini telah diseminarkan di AKBID Brebes)

(Daryono, M.Pd. adalah Guru BK SMP Negeri 1 Kersana, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah)

Tulisan dalam Kolom Opini ini adalah kiriman dari masyarakat. Segala tulisan bukan tanggung jawab Redaksi PanturaNews, tapi tanggung jawab penulisnya.

 
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.

Komentar Berita